Pertanggungjawaban Anggota Parlemen

(Sebuah rumusan inovasi politik untuk demokrasi yang lebih baik)

Salah satu kewajiban anggota parlemen (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) adalah memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya. Namun, sampai saat ini belum ada rumusan konstitusional akan mekanisme termasuk substansi/muatan materi pertanggungjawaban.

Tidak tersosialisasinya dengan baik bahwa masyarakat sebagai pemberi mandat berhak atas pertanggungjawaban wakilnya di parlemen, mengakibatkan kewajiban konstitusional ini terabaikan. Bukan tidak mungkin tuntutan keterbukaan dan pertanggungjawaban di era demokrasi saat ini, rumusan yang tepat dan tegas akan persoalan ini bisa segera terbit.

Berikut, konsep pertanggungjawaban kepada masyarakat yang coba ditawarkan kiranya dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk keterbukaan dan pertanggunggjawaban yang lebih baik.

Mekanisme Pertanggungjawaban

Seorang kepala daerah, secara mekanisme formal memberikan pertanggungjawabannya pada setiap akhir tahun anggaran dan setiap akhir masa jabatan. Kepala daerah menyampaikan pertanggungjawabannya kepada Pemerintah berupa Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD), kepada DPRD berupa Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ), dan kepada masyarakat berupa informasi laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Bagi anggota parlemen, mekanisme pertanggungjawaban yang disampaikan kepada masyarakat dilakukan pada setiap akhir masa sidang (saat reses) dan diakhir masa jabatan. Pertimbangannya, pertanggungjawaban yang disampaikan diakhir masa sidang saat reses dapat menjadi bahan evaluasi anggota bersangkutan di kinerja berikutnya. Aspirasi masyarakat yang belum terakomodir di masa sidang sebelumnya, dapat diperjuangkan kembali di masa sidang berikutnya.

Sedangkan pertimbangan pertanggungjawaban di akhir masa jabatan yang merupakan rekapitulasi kinerja anggota bersangkutan, dapat menjadi referensi masyarakat untuk pemilu berikutnya, baik diusung partai politik yang sama ataupun berbeda.

Mekanisme pertanggungjawaban disetiap akhir masa sidang (reses) dilakukan setahun sekali dalam sebuah rapat publik yang bersifat terbuka. Anggota parlemen mengundang sebanyak-banyaknya kelompok masyarakat di daerah pemilihannya seperti para tokoh masyarakat, tokoh agama, kepala desa/lurah, intelektual, dan LSM sebagai representasi.
Anggota parlemen harus membuka ruang yang lebih luas untuk menyelenggarakan proses ini. Pertanggungjawaban ini dapat dilakukan secara kolektif dengan anggota parlemen dari partai politik yang berbeda untuk daerah pemilihan yang sama, untuk efisiensi biaya dan waktu. Selain itu, pelaporan kolektif dapat memicu anggota parlemen lain untuk berprestasi, karena prestasinya dapat dinilai melalui laporan yang berkualitas yaitu laporan yang mampu mengartikulasikan kebutuhan masyarakat.
Seluruh pembiayaan rapat publik dibebankan kepada anggota parlemen yang melaporkan pertanggungjawabannya.

Setiap anggota diberi kesempatan melaporkan dalam bentuk tertulis kinerjanya, kemudian dibacakan untuk didengarkan seluruh peserta yang hadir. Setelah penyampaian laporannya, masyarakat pada kesempatan yang sama dapat segera merespon dengan menyanggah, interupsi, atau berkomentar langsung atas laporan tersebut. Dialog pun terjalin dan ini baik sebagai tantangan untuk meningkatkan kualitas individu anggota parlemen.

Seorang anggota parlemen harus sadar mengakui bahwa mereka adalah public servant – abdi masyarakat. Kehadiran mereka dalam jabatan tersebut karena dipilih oleh masyarakat. Untuk itu sebelum memangku jabatannya, setiap calon harusnya mengajukan program-program yang dapat direalisasikan untuk masyarakat. Dan masyarakat yang cerdas dapat mengajukan kontrak sosial kepada sang calon diawal pencalonannya pada saat masa kampanye berlangsung.

Betul, anggota parlemen tidak memiliki kewenangan untuk mewujudkan pembangunan di daerah pemilihannya, karena ia bukanlah pejabat yang diberi kewenangan untuk mengelola anggaran. Ia hanyalah mitra berfikir dan berdiskusi pemerintah/pemerintah daerah. Sebagai mitra sebagaimana yang diamanahkan perundang-undangan, tentu ia memiliki bargaining power yang tinggi. Pemerintah/pemerintah daerah pada suatu kesempatan, misal, saat pembahasan APBN/D, membutuhkan parlemen untuk membahas dan memberikan persetujuannya. APBN/D tidak dapat digunakan kalau parlemen tidak memberikan persetujuan. Dengan bargaining power itu, anggota parlemen seharusnya memiliki daya kritis yang substantif dan sensitif terhadap persoalan masyakarat sehingga apa yang menjadi kebutuhan masyakarat dapat dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan di APBN/D untuk dilaksanakan pemerintah/pemerintah daerah.

Dengan kontrak sosial dan program yang jelas yang diajukan pada saat pencalonannya, masyarakat pun sebagai pemegang kedaulatan yang memberikan mandat kepada perwakilannya tentu pada kesempatan ini memiliki bargaining yang tinggi pula kepada sang calon. Masyarakat berhak mengajukan tawaran untuk program-program yang mereka butuhkan ataupun menyangga tawaran program yang diajukan sang calon.

Hasil dari kontrak sosial inilah yang menjadi tolok ukur laporan pertanggungjawbaan tersebut. Sebelumnya masyarakat harus membentuk tim penilai yang beranggotakan 3-10 orang tergantung jumlah anggota yang akan berpartisipasi dalam rapat publik tersebut. Tim penilai sebaiknya lebih dari satu orang agar penilaian lebih obyektif walaupun anggota parlemen yang akan melaporkan pertanggungjawabannya hanya satu orang. Tim penilai minimal terdiri dari unsur kepala desa/lurah, intelektual/akademisi, dan LSM. Untuk scope yang lebih besar seperti parlemen provinsi atau pusat, tim penilai minimal terdiri dari unsur pemerintah daerah kabupaten/kota, intelektual/akademisi, dan LSM. Pembentukan tim penilai dilakukan dengan penunjukan langsung oleh masyarakat berdasarkan musyawarah untuk mufakat dengan mempertimbangkan perwakilan unsur-unsur tersebut. Tim penilai juga dapat merumuskan tolok ukur penilaian jika kontrak sosial tidak ada.

Tim penilai melakukan notulensi saat rapat pertanggungjawaban digelar. Seluruh masukan, sanggahan, dan kritikan maupun jawaban dari anggota parlemen dalam rapat publik direkam sebagai bahan pertimbangan memberikan penilaian.

Tim penilai memberikan penilaiannya paling sedikit 14 hari kerja atau paling banyak 30 hari kerja setelah rapat pertanggungjawaban di gelar. Jumlah hari yang diberikan tergantung jumlah anggota yang akan diberikan penilaian. Nilai/rapor tim penilai dapat berupa angka atau huruf tergantung kemudahan penafsiran akan sebuah nilai. Nilai/rapor beserta rekomendasi tim penilai disampaikan ke partai politik, dan partai politik berkewajiban mempublikasikan ke media massa. Mekanisme yang sama untuk pertanggungjawaban di akhir masa jabatan.

Ruang Lingkup dan Muatan Laporan

Ruang lingkup dan muatan dari laporan pertanggungjawaban itu sekurang-kurangnya mencakup 1) partisipasi di fraksi dan alat-alat kelengkapan parlemen; dan 2) pelaksanaan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi anggaran.

Pengelompokan seorang anggota parlemen dalam fraksi erat kaitannya dengan kesamaan visi dan ideologi partai, khususnya partai yang tergabung dalam fraksi gabungan, yaitu partai politik yang tidak mencukupi kursi minimal untuk membentuk fraksi sendiri.

Disetiap tingkat pembicaraan dalam hal pembentukan peraturan (undang-undang termasuk perda dan APBN/D) setiap suara atau hasil tingkatan pembicaraan yang dilakukan anggota, baik dalam kapasitasnya sebagai anggota atau personil alat-alat kelengkapan parlemen, suara-suara tersebut di himpun sebagai pandangan/pendapat fraksi.

Distribusi anggota parlemen di alat-alat kelengkapan parlemen atas rekomendasi ketua fraksi. Atas kesepakatan anggota fraksi, fraksi menempatkan anggotanya disetiap alat-alat kelengkapan parlemen kecuali unsur pimpinan, karena penempatan unsur pimpinan aturannya jelas. Lain dari itu, seperti komisi, badan kehormatan, badan anggaran, badan musyawarah, dan badan legislasi, atas rekomendasi ketua fraksi dalam rapat fraksi dengan mempertimbangkan minat, bakat dan kapasitas anggota fraksi.

Partisipasi di fraksi dan di alat-alat kelengkapan parlemen baik itu kapasitasnya sebagai pimpinan ataupun anggota, perlu menjadi muatan materi pertanggungjawaban juga. Partisipasi ini dapat menjadi pertimbangan partai politik dan masyarakat atas kinerja anggota parlemen sebagaimana tupoksi yang diberikan parlemen padanya. Selain itu, kontribusinya di fraksi ataupun di alat-alat kelengkapan baik secara lisan atupun tulisan yang mampu mewarnai kebijakan/keputusan parlemen kiranya perlu juga untuk disampaikan.

Yang dimaksud dengan partisipasi di fraksi dan alat-alat kelengkapan parlemen, dalam laporannya anggota dapat melist/mendaftar keterlibatannya disetiap kepengurusan di parlemen, termasuk di kepanitiaan ad hoc seperti panitia khusus.

Pelaksanaan fungsi-fungsi parlemen seperti fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan adalah poin yang paling penting menjadi bagian dari ruang lingkup dan muatan pertanggungjawaban. Peranannya di ketiga fungsi parlemen ini menjadi indikator keberhasilannya mengemban amanah rakyat atau tidak, karena ketiga fungsi inilah yang dilaksanakan dalam kerangka representasi.

Terhadap fungsi legislasi, penggunaan hak inisiatif mampukah diaktualisasikan dengan mengajukan rancangan uu/perda? Demikian pula fungsi anggaran, sejauhmana program atau kegiatan yang diusulkan termaktub dalam APBN/D? Ataupun fungsi pengawasan, dalam hal menerima aspirasi masyarakat, sudahkah ditindaklanjuti secara proporsional dan prosedur formal yang dipersyaratkan? Dan seterusnya.

Muatan materi dari ketiga fungsi parlemen itu diterjemahkan anggota parlemen dalam laporannya dengan memaparkan seberapa besar kontribusinya. Partisipasi di setiap rapat-rapat parlemen, baik itu pada saat pembahasan rancangan peraturan (UU/Perda), maupun pada saat rapat kerja/rapat dengar pendapat kiranya dilaporkan sejauhmana diterima menjadi kebijakan parlemen.

Demikian, mungkin sulit. Namun, jika kewajiban dalam bingkai konstitusional, maka anggota parlemen kita bukan saja pandai berargumen dalam saran dan kritiknya, tapi juga memiliki konsep disetiap saran dan kritiknya. (*)

Tentang Ade Suerani

tinggal di Kendari-Sultra, senang membaca ttg pemerintahan daerah. (email: ade.suerani@gmail.com)
Pos ini dipublikasikan di Pendapat Pribadi. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar